Menjadi Hamba yang Pandai Bersyukur

oleh: Muh. Fatahillah Suparman, MPsi, MPd

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ، أَمَّا بَعْدُ

Puji beserta syukur marilah kita panjatkan kepada Allah yang telah memberikan beribu-ribu nikmat. Salam dan shalawat moga selalu ter­­lim­pah­­kan kepada nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, yang selalu kita tunggu syafaatnya di yaumil Qiyamah.

Jamaah rahimakumullah…

Membahas keberkahan doa Nabi Ibrahim, yang berkaitan dengan syukur, agar anak turunnya menjadi hamb-hamba yang pandai bersyukur.

Dalam riwayat, setelah sampai disebuah bukit, Ibrahim me­natap anak dan istri yang ditinggal di lembah padang pasir dan berdoa:

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempat­kan sebagian keturunanku di lem­bah yang tidak mempunyai tanam-tanaman tapi di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang di­hormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat, Maka jadikan­lah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan semoga mereka bersyukur.” (QS Ibrahim: 37)

Syukur nabi ibrahim

memperoleh di usia senja

Lihat pula bagaimana impian Nabi Ibrahim tercapai ketika ia memperoleh anak di usia senja. Ketika impian tersebut tercapai, beliau pun memperbanyak syukur pada Allah sebagaimana do’a beliau ketika itu,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ

Segala puji bagi Allah yang telah meng­anugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memper­kenankan) doa. ” (QS. Ibrahim: 39).

Manfaat Syukur

kembali kepada yang bersyukur

Manfaat Bersyukur Kembali kepada yang Bersyukur, dalam ayat ke-12 dari surah Luqman disebutkan,

‎وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ

“Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.”

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Barang­siapa yang bersyukur, maka manfaat dan pahala­nya akan kembali kepada dirinya sendiri. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

‎وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِأَنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ

Dan barangsiapa yang beramal saleh maka untuk diri mereka sendirilah mereka me­nyiapkan (tempat yang menyenangkan).” (QS. Ar-Ruum: 44). (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:114).

Sebaliknya barangsiapa yang mengingkari nikmat atau enggan bersyukur,

‎وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Luqman: 12).

Allah itu Maha Kaya (Al-Ghaniy), tidak butuh pada hamba. Jika hamba tidak bersyukur, itu pun tidak membuat Allah tersakiti. Jika seluruh penduduk di muka bumi kufur, Allah tidak bergantung pada yang lainnya. Laa ilaha illallah, tidak ada yang berhak disembah selain Allah (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:114). Yahya bin Salam berkata, “Allah itu Maha Kaya (Al-Ghaniy), tidak butuh pada selain Dia. Allah pun Maha Terpuji (Al-Hamid) dalam segala perbuatan-Nya.” (Fath Al-Qadir, 4:312).

Dalam hadits qudsi ditunjukkan bahwa Allah tidak butuh pada rasa syukur seorang hamba dan jika mereka tidak bersyukur, itu pun tidaklah mengurangi kekuasaan Allah. Hadits qudsi tersebut menyebutkan,

‎يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا

Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertakwa seperti orang yang paling bertakwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.” (HR. Muslim, no. 2577).

Ayat dari surah Luqman di atas mengajarkan kepada kita untuk bersyukur atas berbagai macam nikmat, lebih-lebih lagi dengan nikmat yang begitu besar yang Allah anugerah­kan. Kepahaman terhadap agama adalah suatu nikmat yang besar dan begitu berharga. Kepahaman terhadap agama Islam pun termasuk hikmah. Jika kita diberikan anugerah ilmu oleh Allah, rajin-rajinlah untuk selalu bersyukur kepada-Nya.

Orang syukur ditambah nikmatnya

Allah Ta’ala berfirman,

‎وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memak­lumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada­mu, dan jika kamu menging­kari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (QS. Ibrahim: 7).

Mengenai surah Ibrahim ayat ketujuh,

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Siapa yang bersyukur atas nikmat Allah, Allah akan menjadikannya semakin taat.”

Ar-Rabi’ berkata, “Siapa yang bersyukur atas nikmat Allah, maka Allah akan menambahkan karunia.”

Muqatil berkata, “Siapa yang bersyukur atas nikmat Allah, maka Allah akan menam­bahkan baginya kebaikan di dunia.”

(Lihat Zaad Al-Masiir, 4:347).

Begitu pula terhadap nikmat yang terlihat kecil dan sepele, syukurilah. Jika nikmat kecil saja tidak bisa disyukuri, bagaimana lagi dengan nikmat yang besar. Dalam hadits disebutkan,

‎مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ

Barang siapa yang tidak mensyukuri sesuatu yang sedikit, maka ia tidak akan mampu men­syukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4:278. Syaikh Al-Albani mengatakan bah­wa hadits ini hasan sebagaimana dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 667, 2:272)

Jadi, bersyukur memiliki manfaat kembali kepada diri orang yang bersyukur dan akan membuat nikmatnya akan terus ditambah oleh Allah. Syukur tentu saja dengan taat kepada Allah. Semoga kita menjadi hamba yang bersyukur. (sumber: rumaysho, refrensi:[i] )

Bersyukur, lagi-lagi Bersyukur….!

Kita menjadi hamba Rabb hebat keren…,Ya Rabbul Alamin, Ya Arrahmanirrahiem, Ya Maaliki Yaumiddin….

إلهي ! كفاني عزا أن تكون لي ربا، وكفاني فخرا أن أكون لك عبدا

Ya Allah…!, Cukuplah menjadi kehormatanku bagiku, Engkau menjadi Rabb bagiku. Dan, Cukuplah kebanggaanku bagiku, Aku menjadi Hamba budak-Mu

Tidak kebayang, betapa jelek dan HINAnya aku memiliki Rabb seperti firaun, Namrud, Isa, dan manusia-manusia semisal, manusia seperti saya, yang masih makan minum tidur seperti manusia biasa.

Betapa tidak ada kebanggaan ketika aku menjadi hamba Namrud Firaun Isa dan manusia biasa lainnya…

Sebuah kebanggaan seorang manusia ketika dia menjadikan Allah sebagai Rabb. Dan kehi­naan ketika menjadikan selain Allah sebagai sesembahan.Sebuah kehormatan ketika manusia menjadi Hamba Allah, dan keren­dahan ketika dirinya menjadi hamba selain Allah.

ancaman yg enggan syukur

مَنْ اسْتَسْلَمَ لِقَضَائِي وَصَبَرَ عَلَى بَلَائِي وَشَكَرَ نَعْمَائِي كَتَبْتُهُ صِدِّيقًا وَبَعَثْتُهُ مَعَ الصِّدِّيقِينَ.

وَمَنْ لَمْ يَسْتَسْلِمْ لِقَضَائِي وَلَمْ يَصْبِرْ عَلَى بَلَائِي، وَلَمْ يَشْكُرْ نَعْمَائِي فَلْيَتَّخِذْ إِلَهًا سِوَايَ.

مَنْ لَمْ يَرْضَ بِقَضَائِي، وَلَمْ يَصْبِرْ عَلَى بَلَائِي، فَلْيَلْتَمِسْ رَبًّا سِوَايَ.

Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada ketetapan-Ku, bersabar atas cobaan-Ku, dan bersyukur atas nikmat-Ku, maka Aku akan mencatatnya sebagai seorang yang jujur dan membangkitkannya bersama orang-orang yang jujur.

Dan barangsiapa yang tidak menyerahkan diri kepada ketetapan-Ku, tidak bersabar atas cobaan-Ku, dan tidak bersyukur atas nikmat-Ku, maka hendaklah dia mencari Tuhan selain Aku.

Barangsiapa yang tidak ridha dengan kete­tapan-Ku, dan tidak bersabar atas cobaan-Ku, maka hendaklah dia mencari Tuhan selain Aku.

ancaman paling ektrem

Ini ancaman paling ektrem, dan tidak ancaman yang lebih ekstrem. Ancaman dosa zina mencuri tidak seekstrem ini.

Dosa kufur, tidak syukur, itu baku tanpa istitsna’, sebagaimana dosa zina illa man taaba

Orang yang tidak ridha bertuhan pada Allah karena mengalami cobaan-cobaan buruk dari Allah, maka silah­kan saja dia mencari Tuhan lain guna membebas­kan diri dari cobaan buruk yang Allah timpakan kepadanya.

Apakah manusia dapat melarikan dirinya dari Allah, Tuhan yang menentukan nasib dirinya?

Kondisi yang dihadapi setiap orang harus diterima dengan penuh kesabaran. Sebab kalau dia tidak sabar, ke mana dia menggugat?

Orang yang Allah takdirkan miskin, lalu dia tidak terima, ke mana dia akan menuntut?

Orang yang Allah takdirkan sakit keras, dia tidak terima, lalu ke mana dia mengadukan nasibnya?

Seperti kejadian beberapa tahun lalu, ketika terjadi Tsunami di Aceh, 2004. Ada orang menyebarkan keluhan melalui SMS, “Saya tidak suka Tuhan yang kejam, menyiksa manusia sewenang-wenang,”

kalau anda sulit  bersyukur, ini caranya

Cara ekstrem dan cerdas bersyukur. Bila kamu merasa benar-benar penat karena tidak memiliki uang, maka datanglah ke kuburan. Yakinlah, mereka hanya memiliki satu keinginan, yaitu kembali ke dunia untuk beribadah kepada Allah. (buku Ayyuhal Walad)

Jamaah rahimakumullah…

Itulah beberapa pesan yang hendak saya sampai­­kan, tentu di dalamnya belumlah sem­purna, sehingga saya ingin meminta maaf bila ada kalimat yang tidak sesuai.

Terima kasih, Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


 Referensi:

  • Fath Al-Qadir Al-Jam’u bayna Fanni Ar-Riwayah wa Ad-Dirayah min ‘Ilmi At-Tafsir. Cetakan kedua, Tahun 1426 H. Muhammad bin ‘Ali Asy-Syaukani. Tahqiq: Dr. ‘Abdurrahman ‘Umairah. Penerbit Darul Wafa’.
  • Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah. Cetakan Tahun 1415 H. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Alhani. Penerbit Maktabah Al-Ma’arif.
  • Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  • Zaad Al-Masiir. Cetakan keempat, Tahun 1407 H. Ibnul Jauzi (Abul Farah Jamaluddin ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad Al-Jauzi Al-Qurasyi Al-Baghdadiy. Penerbit Al-Maktab Al-Islami.

Ikuti kami

@pdmSukoharjo