Haji Muhammad Sudja: Perintis Filantropi Muhammadiyah

Nama kecilnya Danilayin, karena lahir di tahun Dal, salah satu nama dalam penanggalan Jawa. Sebagai putra Jawa yang bapaknya seorang punggawa Kraton Kasultanan Yogyakarta, wajar jika diberi nama demikian. Ayahnya adalah Raden Lurah Hasyim, seorang lurah yang mengurusi keagamaan pada masa Sultan Hamengkubuwono VII. Danilayin lahir di Kauman, Jogja, pada tahun 1885. Setelah menunaikan ibadah Haji, namanya berganti menjadi Muhammad Sudja, yang berasal dari bahasa Arab “Suja’i” yang berarti pemberani.

Haji Sudja mendapatkan pendidikan agama pertama kali dari ayahnya. Ia juga belajar di Masjid Agung Yogyakarta dan pernah mondok di pesantren Wonokromo Bantul, daerah pesantren tertua di Yogyakarta. Ia kemudian menjadi murid KH Ahmad Dahlan, bersama kakaknya, KH Fachroddin dan Ki Bagus Hadikusumo. Kedua kakaknya tersebut pernah menjadi ketua umum Muhammadiyah. Haji Sudja tergolong masih remaja saat nyantri kepada KH Ahmad Dahlan. Beliau ini tergolong manusia pembelajar lagi visioner.

Salah satu terobosan yang pernah dilakukan beliau adalah mendirikan pengajian malam Jumat, yang diinisiasi oleh para pemuda murid KH Ahmad Dahlan. Para pemuda ini membeli mimbar dan menutupi bagian bawah (kaki) pembicara agar tidak terlihat, sehingga pembicara yang rata-rata pemuda tidak terlihat gemetar saat menyampaikan ceramah. Sungguh inovasi yang solutif.

Satu catatan penting dari penggerak pengajian malam Jumat ini adalah mereka aktif mendiskusikan bagaimana cara peserta pengajian mengamalkan materi kajian dalam kehidupan sehari-hari, seperti membantu orang miskin, anak yatim, pelayanan kesehatan, dan penderita kesengsaraan lainnya.

Karena dedikasi serta pengabdian Haji Sudja yang intens dalam hal bagaimana menyelesaikan penderitaan dan kesengsaraan umat, beliau dipercaya KH Ahmad Dahlan untuk menjadi ketua Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), sebuah gerakan filantropi Muhammadiyah yang didasari pada semangat Al Ma’un.

Saat pelantikan, Haji Sudja merencanakan membangun rumah sakit, rumah miskin, dan panti yatim. Karena gagasannya dianggap “ora umum” (tidak umum) di masa itu, hadirin menertawakan ide Haji Sudja. Namun, KH Ahmad Dahlan tetap tenang dan antusias atas gagasan tersebut. Beliau kemudian menenangkan hadirin dan meminta mereka mendengarkan dengan seksama rencana yang dipaparkan oleh Haji Sudja. Rencana Haji Sudja pada akhirnya terwujud satu per satu. Muhammadiyah mampu mendirikan rumah sakit, rumah miskin, dan panti yatim menyusul kemudian, yang berhasil didirikan oleh Muhammadiyah.

Kini, Muhammadiyah memiliki 142 rumah sakit dan 231 klinik. Amal usaha di bidang sosial (Muhammadiyah Children Center – Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Panti Asuhan) berjumlah 1.012.

Andaikata Haji Sudja “menyerah” atas tertawaan saat itu, Muhammadiyah mungkin tidak akan mencapai catatan di atas di bidang sosial kesehatan. Saya masih ingat betul nasehat Bopo Sukriyanto AR tentang Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah. “Ingatlah, di MKCH itu kalimat terakhirnya adalah ‘BALDATUN THAYYIBATUN WA ROBBUN GHOFUR’.”

Secara lengkap, Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah tertulis sebagai berikut:

  1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
  2. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.
  3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
    a. Al-Qur’an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
    b. Sunnah Rasul: Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
  4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:
    a. ‘Aqidah
    Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
    b. Akhlak
    Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
    c. Ibadah
    Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
    d. Muamalah Duniawiyah
    Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalat duniawiyah (pengelolaan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
  5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT: “BALDATUN THAYYIBATUN WA ROBBUN GHOFUR”.

Bismillah.

Tabik,
Yudi Janaka.

Ikuti kami

@pdmSukoharjo