Tarjih: Muhammadiyah Bersedekap di Atas Dada Saat Berdiri dalam Shalat
Oleh: Ustadz Abduh Zulfidar Akaha, Lc (Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kulonprogo DIY)
Disebutkan dalam buku HPT (Himpunan Putusan Tarjih), jilid pertama, halaman 76: “Lalu letakkanlah tangan kananmu pada punggung telapak tangan kirimu di atas DADAmu”.
Lalu pada halaman 84 disebutkan dalilnya, “Menilik hadits shahih dari Wa’il yang berkata: “Saya shalat bersama Rasulullah Saw dan beliau meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya di atas DADAnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan dishahikannya)” (Lihat gambar)
Sementara dalam HPT jilid 3, halaman 537, dikatakan: “4. Bersedekap dengan Meletakkan Tangan di atas Dada.
Setelah bertakbir lakukanlah sedekap dengan cara telapak tangan kanan menggenggam pergelangan dan hasta tangan kiri dan diletakkan di atas DADA.”
Total ada lima hadits yang disebutkan oleh HPT jilid 3 (pada HPT jilid 1 hanya satu hadits, yakni hadits Wa’il bin Hujr saja, yang juga disebutkan sebagai hadits kelima dalam HPT jilid 3). Tapi hanya hadits kelima saja yang menyebutkan Nabi ﷺ bersedekap di atas dada.
Haditsnya: Wa’il berkata,
صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ، ووضع يده اليمنى على يده اليسرى على صدره
“Saya shalat bersama Rasulullah Saw. Beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di atas dadanya.” (HR. Ibnu Khuzaimah)
Adapun 4 hadits lainnya adalah hadits-hadits yang bersifat umum (namun lebih kuat), yang menyebutkan bahwa Nabi ﷺ bersedekap dengan cara menggenggam dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. (Lihat gambar)
Dapat disimpulkan, menurut Tarjih Muhammadiyah, bahwa sifat bersedekap dalam shalat saat berdiri itu:
1. Di atas dada.
2. Bisa meletakkan saja, dan bisa menggenggam.
3. Yang digenggam adalah pergelangan. Begitu pula jika hanya meletakkan saja, maka letaknya adalah di pergelangan. (Mungkin perlu penjelasan secara visual)
Namun demikian, karena menyebutkan haditsnya, Tarjih Muhammadiyah tidak menafikan:
1. Bersedekap saja, tanpa menyebut posisi/ tempat.
2. Bersedekap pada punggung telapak tangan, pergelangan, dan lengan (bagian bawah luar).
Dalam hal ini (bersedekap di dada), Muhammadiyah sama pendapatnya dengan Ishaq bin Rahawaih* (w. 228 H).
Syaikh Al-Albani berkata,
وقد عمل بهذه السنة الإمام إسحاق بن راهويه؛ فقال المروزي في ” المسائل ” (ص 222) : كان إسحاق يوتر بنا … ويرفع يديه في القنوت، ويقنت قبل الركوع، ويضع يديه على ثَدْيَيْهِ أو تحت الثديين
“Dan sungguh Imam Ishaq bin Rahawaih telah mengamalkan sunnah ini. Al-Marwazi** berkata dalam Al Masa’il (hlm 222): Ishaq pernah mengimami kami shalat witir … Dia mengangkat dua tangannya dalam qunut. Dia qunut sebelum rukuk dan meletakkan dua tangannya di atas dadanya atau di bawah dada.” (Al-Albani, Shifat Shalat An Nabiy ﷺ, hlm 88, catatan kaki nomor 4)
Namun penisbatan Al Albani kepada Ibnu Rahawaih ini juga kurang tepat. Karena ada kata, “Atau di bawah dada.” Artinya, Ibnu Rahawaih tidak memutlakkan bersedekap di atas dada.
Bahkan, kata Imam An Nawawi, Ishaq bin Rahawaih bersedekapnya di bawah perut:
محل موضع اليدين: … … وقال أبو حنيفة والثوري وإسحاق يجعلها تحت سرته
“Tempat meletakkan dua tangan: … … Abu Hanifah, Ats Tsauri dan Ishaq mengatakan meletakkan dua tangan di bawah pusarnya.” (An-Nawawi, Al Majmu’, 3/313)
Muhammadiyah juga sama dengan Imam Ash-Shan’ani, di mana dia membuat bab dalam kitabnya:
السنة وضع اليدين على الصدر في الصلاة
“Yang sunnah adalah meletakkan dua tangan di dada dalam shalat.” (Ash Shan’ani, Subul As Salam, (1/252)
Imam Al-Baihaqi juga demikian. Dia membuat bab:
باب وضع اليدين على الصدر في الصلوة من السنة
“Bab Meletakkan Dua Tangan di Atas Dada dalam Shalat Adalah Sunnah.” (As-Sunan Al-Kubra, 2/30)
Dan secara umum, para ulama salafi belakangan, seperti Syaikh Bin Baz, Syaikh Al Utsaimin, Syaikh Al Albani, Syaikh Shalih Al-Fauzan, dll. mereka meletakkan tangannya di dada. Sama seperti Muhammadiyah.
Adapun para ulama salafi dulu, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qayyim, dan
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab; mereka tidak meletakkannya di dada. Menurut Ibnu Taimiyah, diletakkan di bawah pusar. Dia membuat bab:
مسألة: ويجعلهما تحت سرته
“Masalah: Dan Meletakkan dua tangannya di bawah pusarnya.” (Shifat Ash-Shalah Min Syarhil ‘Umdah, hlm 65)
Bahkan Ibnu Taimiyah menyatakan makruh meletakkan di atas dada. Dia berkata,
فأما وضعهما على الصدر, فيكره
“Adapun meletakkan dua tangan di atas dada, maka itu makruh.” (Ibid., hlm 69)
Sedangkan Ibnul Qayyim, dia tidak menentukan di mana kedua tangan diletakkan saat berdiri dalam shalat. Dia menyebutkan banyak hadits dalam masalah ini, namun tidak menentukan di mana dua tangan di letakkan. Dia hanya membuat bab berjudul:
وضع اليدين في الصلاة
“Letak Dua Tangan Dalam Shalat.” (Ibnul Qayyim, I’lam Al-Muwaqqi’in, 4/285)
Saat menyebutkan hadits Wail bin Hujr yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah, Ibnul Qayyim berkomentar,
ولم يقل: “على صدره”، غير مؤمل بن إسماعيل
“Dan tidak ada yang mengatakan “di atas dadanya” selain Muammal bin Ismail.” (Ibid., 2/286)
Lalu Ibnul Qayyim menyebutkan hadits Wail yang diriwayatkan Imam Muslim yang tidak ada penyebutkan “di atas dadanya.”
Sementara itu, Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab berkata,
ثم يقبض كوعه الأيسر بكفه الأيمن ويجعلهما تحت سرته
“Kemudian menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan telapak tangan kanannya, dan meletakkannya di bawah perut.” (Ibnu Abdil Wahhab, Adab Al-Masy-yi Ila Ash-Shalah, hlm 9)
Bahkan jauh sebelumnya, setelah mengatakan bersedekap itu sedikit di atas perut namun tidak mengapa kalau di bawah perut, Imam Ahmad berkata,
يكره أن يكون وضع اليدين عند الصدر
“Makruh jika letak dua tangannya di dada.” (Abu Dawud, Masa’il Al Imam Ahmad, hlm 58)
Jadi, sebetulnya para ulama rujukan salafi, seperti Imam Ahmad, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, dan Ibnu Abdil Wahhab; mereka bersedekapnya tidak di atas dada.
Adapun para ulama yang lain selain yang tersebut di atas, mereka meletakkan tangannya di bawah pusar, pas di pusar, dan di atas pusar di bawah dada.
Para ulama mengatakan,
مكان وضع اليدين بهذه الكيفية هو تحت الصدر وفوق السرة، وهذا عند المالكية والشافعية ورواية عند الحنابلة، … وعند الحنفية وفي الرواية الأخرى عند الحنابلة أنه يضع يديه تحت سرته
“Tempat meletakkan dua tangan dengan cara seperti ini (tangan kanan di atas tangan kiri), yaitu di bawah dada dan di atas pusar. Demikian menurut Malikiyah dan Syafi’iyah, serta satu riwayat Hanabilah. … Sedangkan menurut Hanafiyah juga satu riwayat lain madzhab Hambali: meletakkan dua tangan di bawah pusar.” (Al-Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 38/369)
Syaikh Dr. Wahbah Az Zuhaili berkata,
ويضعهما عند الحنفية والحنابلة تحت السرة، لما روي عن علي أنه قال: «من السنة وضع اليمين على الشمال تحت السرة» . والمستحب عند الشافعية: أن يجعلهما تحت الصدر فوق السرة، مائلا إلى جهة اليسار؛ وقال المالكية: يندب إرسال اليدين في الصلاة
“Menurut madzhab Hanafi dan Hambali, diletakkan di bawah pusar. Berdasar riwayat dari Ali, bahwa dia mengatakan: ‘Termasuk sunnah adalah meletakkan tangan kanan di tangan kiri.’ Adapun menurut madzhab Syafi’i, yang disukai adalah di bawah dada di atas pusar, condong ke arah kiri. Sedangkan madzhab Maliki berkata: ‘Dianjurkan menjulurkan dua tangan dalam shalat’.” (Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islamiy wa Adillatuh, 2/874)
– Jadi, masalah meletakkan tangan saat berdiri dalam shalat ini adalah luas dan luwes. Ia bukan rukun juga bukan wajib. Ia tak lebih dari sunnah dan atau istihbab (disukai) saja.
– Status hadits Wa’il bin Hujr yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah adalah debatable. Banyak yang mendha’ifkan, tapi ada yang menshahihkan. Dan terlalu panjang jika ikut dibahas di sini.
Demikian,
Wallahu a’lam.
Ket:
* Bisa dibaca Rahawaih, Rohuwaih, dan Rahwaih.
** Dibaca “Al Marwazi”, bukan Al Marruzi, sebagaimana kata Ibnul Atsir dalam “Al-Lubab fi Tahdzib Al Ansab” ( المروزي بفتح الميم وسكون الراء وفتح الواو ): المروزي dengan fat-hah mim, sukun ra’, & fat-hah waw. Berbeda dengan المروذى , cara bacanya: Al-Marrudzi. Kata Imam An-Nawawi dalam Tahdzib Al-Asma’ ( هو بفتح الميم، وضم الراء المشددة، وواو ساكنة ) Dia dengan fat-hah mim, dhommah ra’ tasydid, dan wau sukun.