Oleh: Mukhlis Mustofa, Dosen Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar ( PGSD ) Universitas Slamet Riyadi ( UNISRI ) Solo. Pengurus Majelis Dikdasmen PCM kartasura dan Pengurus Harian PRM Pabelan Kartasura.
Usia Muhamadiyah menjadi refleksi tersendiri eksistensi organisasi dakwah ini dalam mengarungi dinamika pergerakan. Menelisik tema dalam milad Muhammadiyah tahun 2024 Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua’. Tema tersebut mencerminkan komitmen Muhammadiyah untuk memastikan kesejahteraan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat.secara tidak langsung merefleksikan bagaimanakah arah perkembangan organisasi dakwah tersebut akan dijalankan. Tataran angka milad tahun ini mencapai 112 tahun memunculkan asa beragam.
Pengembangan dakwah berbasis amal usaha ini secara tidak langsung mempersepsikan muhammadiyah mengedepankan ide – ide cerdas kemaslahatan dibandingkan penggalangan massa semata. Peran amal usaha muhammadiyah ( AUM ) tidak bisa dipandang sebelah mata sekedar penggalangan massa sporadis dalam waktu singkat. Muhammadiyah menunjukkan bahwa kebutuhan ummat tidak sekedar pemenuhan dahaga spiritual namun harus memperhatikan kebutuhan fungsional. 112 Tahun sesuai usia muhammadiyah bukanlah waktu singkat untuk secara tidak langsung menunjukkan bagaimanakah selayaknya kemaslahatan ummat dikembangkan berbasis lembaga dakwah.
Muhammadiyah pada awal pendiriannya bukanlah keingingian untuk melakukan pembanggaan diri. Founding father Muhammadiyah sendiripun menyatakan “ jangan mencari hidup di muhammadiyah namuh Hidup hidupilah Muhammadiyah “ menjadi energi luar biasa dalam melaksanakan kerja bangi bangsa tidska sekedar kerja sosial semata. Secara berkelakar beberapa teman Muhammadiyah berselorih Selayaknya penyelenggara negeri berterima kasih atas peran yang telah ditunjukkan warga muhammadiyah dalam merefleksikan pemenuhan kebutuhan fungsional penduduk negeri ini.
Bagaimanakah selayaknya memposisikan Muhammadiyah dalam pengembangan pembangungan di negeri ini seutuhnya menjadi pertanyaan pokok ditengah dinamisnya organisasi pergerakan dakwah di negeri ini. Pertanyaan ini menjadi sedemikian fundamental mengingat muhammadiyah seakan tergagap manakala memperbincangkan besaran massa riil organisasi massa ini. Fakta ini menegaskan sepenuhnya bahwa hingga saat ini opini publik berkaitan eksistensi sebuah organisas massa lebih menekankan pada kuantitas keanggotaan.
Demokratisasi ideologis
Pengembangan kerja dakwah Muhammadiyah secara kontekstual kemaslahatanya langsung menyentuh lini dasar manusia yakni Pendidikan dan kesehaatan, bahkan organisasi ini dianggap Sebagian egaliter dalam meyikapi pergerakan dakwah. Tanpa terasa pengembangan hakikat Demokratisasi ideologis ditunjukkan muhammadiyah dalam menjalankan peran dakwah pada konteks keindonesiaan. Pembelajaran politik berbasis kemaslahatan ummat ditunjukkan dengan mengakomodir pendapat golongan cerdik pandai dalam mensikapi permasalahan riil didalamnya.
Pada periode lalu Manakala seorang Din Syamsudin sebagai ketua PP Muhammadiyah terpilih menjadi ketua MUI ( Majelis Ulama Indonesia ) beberapa waktu lalu muncul skeptisisme publik bahwa independensi MUI akan kental terwarnai dengan elemen muhammadiyah. Realitasnya pemaksaan ideologis tidak ditemi tergantikan dengan demokratisasi pengambilan kebijakan. Galibnya perbedaan penentuan awal ramadahan maupun Idhul fitri dan idhul adha tidak serta merta dipaksakan sang ketua MUI sesuai dengan paham yang dianut Muhammadiyah namun memperhatikan kemaslahatan ummat bersama.
Organisasi High Politics
Tataran riil pemberdayaan negeri ini sebenarnya menjadi bentuk pembelajaran sosial efektif. Muhammadiyah menunjukkan tanpa ada koar – koar pencitraan mereka memberikan layanan dasar bagi publik dan secara tidak langsung sudah diakui eksistensinya. Data https://www.timesindonesia.co.id/ tercatat sekolah tinggi, institut, dan akademi. Di bidang pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat terdapat rumah sakit 457, panti asuhan 318 buah, panti jompo 54 buah, dan rehabilitasi cacat 82 buah berikut masjid dan musalla sebanyak 11.198. menggambarkan besarnya kepercayaan publik pada Muhammadiyah, Jutaan alumnus pendidikan muhammadiyah dan jutaan penduduk yang disembuhkan rumah sakit berbasis muhammadiyah secara tidak langsung menjadi kader efektif untuk mendakwahkan bagaimanakah eksistensi muhammadiyah pada khalayak langsung.
Manakala mempertimbangkan hitungan kuantitas loyalitas keanggotaan dalam organisasi muhammadiyah dianggap tidak memadai namun hal tersebut tidak bisa digeneralisasi sepenuhnya. Logika berpikirnya dalam Muhammadiyah realitas keanggotaan resmi belum sepenuhnya tercatat formal namun menyikapi keberadaan amal usahanya tidak bisa dinafikan dan dipandang sebelah mata perannya
Eleganitas high politics sebagai suatu gerakan moral pencerahan hingga saat ini masih belum menjadi pembelajaran sosial politik di negeri ini. High politics yang diusung Muhammadiyah pada beberapa kalangan saat ini lebih banyak dipersepsikan pemikiran picik sebagian warga negeri ini sebagai ambiguitas pilihan politik namun sebenarnya pola ini sehingga melunturkan gaung eleganitas peran dalam membangun negeri ini.
Keberadaan organisasi Muhammadiyah dalam mengawal kemaslahatan negeri ini memerlukan beragam tindakan konkrit untuk mendukungnya. Upaya pemberdayaan organisasi ini akan berjalan dengan efektif manakala mempertimbangkan aspek diantaranya
Bali ranting bangun ranting menjadi aspek pendukung manakala muhammadiyah berkeingingan lebih membumi. Dalam strata organisasi Muhammadiyah diatur dengan rigid tentang Pimpinan Pusat Pimpinan wilayah Pimpinan Daerah Pimpinan Cabang hingga Pimpinan Ranting dalam geografis kelurahan sebagai jenjang terendah dalam organisasi Muhammadiyah. Jaringan kepemimpinan tersebut menunjukkan betapa seriusnya unit ini dibangan.
Pengambangan ranting mendesak dilakukan dikarenakan Ranting menjadi garda depan bagaimanakah peran muhammadiyah dalam membangun negeri. Pemberdayaan ranting saat ini belum berjalan optimal disebabkan tokoh – tokoh utama dalam ranting terkadang diambil pada jenjang diatasnya begitu seterusnya. Hal ini menjadi permasalahan mengingat pada jenjang tertinggi di muhammadiyah terkadang energi untuk membangun ranting tersebut hilang ditengah jalan. Solusi konkrit dalam pemberdayaan ranting ini dapat diberlakukan dengan mekanisme regenerasi organisasi, tidak bisa dipungkiri faktor usia menjadi elemen utama dalam pengembangan organisasi muhammadiyah.
Optimalisasi kaderisasi menjadi komponen pokok manakala keinginan menjaga eksistensi muhammadiyah dapat mengakar. Faham pengembangan amal usaha merupakan bentuk pembuktian betapa dakwah berbasis kemaslaharan ummat memegang kunci pokok namun teramat menyedihkan jika pengembangan amal usaha ini menjadi apologi kemandekan kaderisasi.
Saya banyak menjumpai betapa banyaknya pihak – pihak sedemikian sepuh masih memiliki semangat kuat dalam mengembangkan amal usaha namun hal ini menjadi kontraproduktif mengingat “persaingan” untuk menggalang kader pada organisasi dakwah sedemikian kuatnya. Amal usaha merupakan amunisi konkrit sebuah pergerakan dakwah dan amunisi ini akan melempem manakala tidak didukung potensi sumber daya manusia serba memadai.
Persepsi ini nampaknya menjadi opini publik betapa penguasaan amal usaha oleh sedemikian tokoh senior justru menjadi langkah mundur sebuah kemajuan organisasi. Bahkan opini ini memunculkan sebuah persepsi keliru bahwa karena sifat organisasinya lebih menekankan keikhlasan dalam menjalankan peran maka permasalahan masa jabatan berikut usia yang terlibat didalamnya tidak dipersoalkan. Alibi ini sedemikian indah terngiang namun dampaknya tanpa disadai terjadi mismotivasi pada organisasi bersangkutan.
Seorang teman yang menjabat pimpian organisasi kepemudaan di Muhammadiyah berseloroh bahwa manakala kekuatan tokoh senior muhammadiyah tidak bisa tergoyahkan akan memunculkan penyakit L4 yaitu Lu Lagi Lu Lagi. Selorohan teman tersebut dimungkinkan menjadi keresahan massal di keluarga besar muhammadiyah ketika kuatnya hegemoni ketokohan sedemikian besar maka road map kaderisasi akan jalan ditempat.
Fenomena ini bukanlah isapan jempol semata, Saya banyak menjumpai beberapa rekan muda potensial yang dibesarkan dalam keluarga besar muhammadiyah justru memilih berorganisasi diluar organisasi muhammadiyah itu sendiri dan saya berasumsi bahwa hal ini menjadi keresahan akibat kuatnya hegemoni organisasi bersangkutan.
Persepsi ini manakala tidak disikapi dengan penuh keikhlasan dan kearifan justru mengurangi amal ibadah yang ingin diraih dan justru mengentalkan asas penyimpangan. Pesan satu abad lebih secara tersirat menyuarakan asas transparansi dalam pengelolaan kekayaan muhammadiyah. Mempertimbangkan aspek transparansi tersebut selayaknya pemahaman transparansi asset menjadi bentuk lain mekanisme dakwah dalam bermuhammadiyah. Konsekuensinya pemahaman transparansi asset ini menjadi efek krusial pengembangan organisasi berkelanjutan. Aspek penguasaan aset untuk kepentingan pribadi apapun dalihnya menjadi dosa bersar tak termaafkan patut menjadi penguatan tersendiri.
Tidak kalah pentingnya pengedepanan Pengembalian khittah perjuangan mutlak tidak bisa ditawar lagi. Salah satu pesan KH Ahmad Dahlan bahwa janganlah mencari hidup di muhammadiyah namun hidup – hidupilah muhammadiyah harus menjadi tolok ukur bagaimanakah tertib organisasi ini akan dijalankan. Patut diakui perkembangan pesat aset muhammadiyah pada beberapa AUM tanpa disadari teramat menggoda nurani untuk menguasainya. Muhammadiyah merupakan asset utama negeri ini untuk mewujudkan kemasalahatan semua pihak, selayaknya pemberdayaan pada segenap elemen organisasi ini menjadi nilai tersendiri dalam membangun negeri.