Amanah dalam Kepemimpinan: Menjaga Keadilan dan Keberkahan di Negeri Kita

Bagikan Juga Ke

Oleh: H. Aris Rakhmadi, S.T., M.Eng.

اَلْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، نَحْمَدُهُ عَلَى نِعْمَةِ الْإِيمَانِ وَالْإِسْلَامِ، وَنَشْكُرُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِمَعْرِفَةِ الْأَمَانَةِ وَإِقَامَةِ الْعَدْلِ، وَنَسْأَلُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَنْ يُصْلِحَ وُلَاةَ أُمُورِنَا وَيَهْدِيَهُمْ لِرِعَايَةِ الْأَمَانَةِ وَإِقَامَةِ الْقِسْطِ فِي الْبِلَادِ. نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، أُوْصِيكُمْ وَنَفْسِيَ الْخَاطِئَةَ بِتَقْوَى اللَّهِ، فَإِنَّ التَّقْوَى رَأْسُ الْأَمَانَةِ، وَبِهَا تَسْتَقِيمُ الْحَيَاةُ وَتَعُمُّ الْبَرَكَةُ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ: إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ

Hadirin jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Segala puji hanya bagi Allah Subḥānahu wa Taʿālā, Tuhan semesta alam, yang telah menganugerahkan kepada kita nikmat iman, Islam, kesehatan, dan kesempatan untuk hadir di hari Jumat yang penuh berkah ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, teladan agung yang menegakkan keadilan, menunaikan amanah, dan menuntun umat menuju jalan kebenaran.

Nikmat terbesar yang Allah karuniakan kepada kita adalah nikmat iman dan Islam, serta kesempatan untuk memperbaiki diri di setiap waktu. Maka marilah kita syukuri nikmat ini dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Allah berfirman:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Āli ‘Imrān [3]: 102)

Pada khutbah Jumat ini, marilah kita renungkan bersama makna amanah dalam kepemimpinan — suatu nilai besar yang menjadi penentu keadilan dan keberkahan bagi negeri kita. Dalam setiap lapisan kehidupan, dari keluarga hingga negara, amanah adalah fondasi yang menegakkan kepercayaan dan kesejahteraan. Ketika amanah dijaga, masyarakat akan hidup dalam keadilan; tetapi ketika amanah diabaikan, maka kerusakan dan ketidakadilan akan meluas.

Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh,

Segala puji bagi Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā yang telah menurunkan petunjuk melalui kitab-Nya yang mulia, sebagai pedoman bagi manusia dalam menegakkan keadilan dan menjaga amanah. Amanah bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga merupakan perintah langsung dari Allah yang harus dijaga dalam setiap lapisan kehidupan—baik dalam keluarga, pekerjaan, maupun kepemimpinan di tingkat masyarakat dan negara.

Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisā’ [4]: 58)

Ayat ini menjadi dasar pokok dalam membangun sistem kehidupan yang berkeadilan. Dalam konteks kepemimpinan, seorang pemimpin tidak hanya mengemban kekuasaan, tetapi memikul amanah besar untuk menegakkan keadilan bagi rakyatnya. Amanah berarti menunaikan sesuatu sesuai haknya, sedangkan keadilan berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.

Rasulullah ﷺ memperingatkan dalam sabdanya:

“إِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ”

“Apabila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran.” (HR. al-Bukhārī)

Hadis ini menunjukkan bahwa hilangnya amanah merupakan tanda kehancuran suatu bangsa. Ketika amanah tidak lagi dijaga oleh pemimpin maupun rakyat, maka keadilan pun akan lenyap, keberkahan akan sirna, dan kehancuran sosial akan mulai tampak.

Maka, marilah kita semua—pemimpin dan rakyat—merenungkan kembali betapa pentingnya menunaikan amanah. Menegakkan keadilan bukan hanya tugas penguasa, tetapi kewajiban moral seluruh umat Islam untuk menjaga keberkahan dan ketertiban di negeri ini.

Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh,

Kepemimpinan dalam Islam bukanlah kehormatan untuk disombongkan, melainkan amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Al-Qur’an menggambarkan betapa beratnya amanah itu, hingga langit, bumi, dan gunung-gunung pun enggan memikulnya karena kesadarannya akan tanggung jawab yang besar. Namun manusia menerimanya—sebuah simbol bahwa tanggung jawab kepemimpinan adalah ujian yang luar biasa.

Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā berfirman:

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya, lalu dipikullah amanah itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh.” (QS. Al-Aḥzāb [33]: 72)

Ayat ini mengingatkan bahwa amanah kepemimpinan bukan sekadar jabatan atau penghormatan, tetapi ujian yang berat dan penuh konsekuensi. Barang siapa memikulnya dengan jujur, ia akan memperoleh keberkahan dan pahala besar; namun siapa yang mengkhianatinya, niscaya akan menanggung beban penyesalan di dunia dan akhirat.

Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh,

Dalam pandangan Islam, kepemimpinan bukanlah hasil perebutan kekuasaan atau pencitraan semata, melainkan bentuk pemilihan ilahi yang menuntut ilmu, kekuatan, dan amanah. Seorang pemimpin yang diberkahi adalah mereka yang mampu menegakkan kebenaran dan menahan diri dari kepentingan pribadi. Kepemimpinan yang baik tidak diukur dari harta, keturunan, atau popularitas, melainkan dari kapasitas dan integritas yang dimilikinya.

Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā mencontohkan dalam kisah Thalut yang dipilih sebagai pemimpin bagi Bani Israil:

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ ۖ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Sesungguhnya Allah telah memilih Thalut menjadi rajamu dan memberinya kelebihan dalam ilmu dan tubuh. Dan Allah memberikan kerajaan kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al-Baqarah [2]: 247)

Ayat ini mengajarkan bahwa kriteria utama seorang pemimpin adalah ilmu dan kekuatan. Ilmu menjadi landasan kebijakan yang adil dan bijaksana, sementara kekuatan menjadi simbol kemampuan untuk melindungi dan menegakkan kebenaran. Tanpa keduanya, kepemimpinan akan mudah goyah dan kehilangan arah.

Allah juga memberikan teladan melalui kisah Nabi Dawud ‘alaihissalām, seorang khalifah yang adil dan bijaksana. Firman-Nya:

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ

“Wahai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan engkau khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan kebenaran dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Ṣād [38]: 26)

Ma‘āsyiral muslimīn, ayat ini menegaskan bahwa keadilan adalah inti dari kepemimpinan yang diberkahi. Seorang pemimpin harus mampu menahan diri dari hawa nafsu, tidak memihak karena kedudukan atau keuntungan duniawi. Ketika kepemimpinan dijalankan dengan kejujuran, ilmu, dan keadilan, maka keberkahan Allah akan menaungi negeri, menumbuhkan rasa aman, persaudaraan, dan kesejahteraan di tengah masyarakat.

Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh,

Kepemimpinan yang adil tidak akan terwujud tanpa dukungan dan partisipasi umat. Rakyat juga memikul amanah besar untuk menjaga kejujuran, memilih pemimpin yang berintegritas, serta menasihati mereka dengan cara yang benar dan penuh adab. Islam tidak hanya menuntut pemimpin untuk adil, tetapi juga umat agar berperan aktif dalam menjaga nilai-nilai kebenaran. Prinsip musyawarah menjadi dasar penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sebagaimana firman Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā:

وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

“Dan (bagi) orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya, mendirikan salat, dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka, serta mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy-Syūrā [42]: 38)

Ayat ini menunjukkan bahwa musyawarah adalah ciri masyarakat beriman yang menjunjung nilai kebersamaan dan tanggung jawab kolektif. Dalam konteks kenegaraan, rakyat memiliki amanah untuk menegakkan keadilan melalui keterbukaan, doa, dan nasihat yang konstruktif. Dengan demikian, hubungan antara pemimpin dan rakyat menjadi sinergi yang penuh berkah—dilandasi saling percaya, saling menasihati, dan bersama-sama menjaga amanah demi kemaslahatan negeri.

Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh,

Kepemimpinan yang diberkahi adalah kepemimpinan yang berlandaskan ketakwaan kepada Allah. Kekuasaan dalam pandangan Islam bukanlah sarana untuk bermegah-megahan, melainkan ladang amal untuk menegakkan kebenaran, menunaikan ibadah, dan menebarkan kemaslahatan bagi umat. Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā menggambarkan ciri-ciri pemimpin yang bertakwa dalam firman-Nya:

الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

“(Yaitu) orang-orang yang apabila Kami beri kekuasaan di muka bumi, mereka mendirikan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Ḥajj [22]: 41)

Ayat ini menegaskan bahwa keberkahan kepemimpinan terwujud ketika kekuasaan dijalankan dengan ibadah, keadilan, dan tanggung jawab moral. Kepemimpinan yang demikian akan menumbuhkan kesejahteraan rakyat, menjaga keadilan sosial, dan mengundang rahmat Allah bagi seluruh negeri.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Amanah adalah kunci keberkahan hidup dan kekuatan sebuah bangsa. Ketika pemimpin berlaku adil dan rakyat memegang kejujuran, maka Allah akan menurunkan rahmat dan ketentraman di tengah masyarakat. Karena itu, marilah kita mulai dari diri sendiri. Jadilah insan yang amanah—dalam keluarga, dalam pekerjaan, dan dalam setiap tanggung jawab yang kita emban. Bila setiap individu menjaga amanahnya, maka insya Allah negeri ini akan tegak di atas keadilan dan dipenuhi keberkahan dari Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā.

بارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ، وَلِجَمِيعِ المُسْلِمِينَ وَالمُسْلِمَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ، وَعَلَى أَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

Marilah kita kembali memperkuat kesadaran bahwa amanah adalah inti dari keimanan dan dasar bagi tegaknya keadilan di muka bumi. Hilangnya amanah dalam diri seseorang akan merusak keluarga; hilangnya amanah dalam masyarakat akan menimbulkan ketidakadilan; dan hilangnya amanah dalam kepemimpinan akan membawa kehancuran bangsa. Karena itu, setiap dari kita wajib menjaga amanah sesuai kapasitasnya — baik sebagai pemimpin, pegawai, pendidik, maupun warga biasa — sebab semua akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā.

Bangsa yang diberkahi bukanlah bangsa yang besar jumlah penduduknya atau luas wilayahnya, tetapi bangsa yang pemimpinnya adil dan rakyatnya jujur. Keadilan pemimpin akan melahirkan rasa aman, sedangkan kejujuran rakyat akan menumbuhkan kepercayaan. Keduanya adalah pilar keberkahan yang menegakkan masyarakat yang damai dan sejahtera. Maka, marilah kita terus berdoa agar Allah menuntun para pemimpin negeri ini untuk berlaku adil, amanah, dan takut kepada-Nya, serta menuntun rakyat agar selalu mendukung dengan doa, kerja nyata, dan sikap saling menasihati dalam kebaikan.

Marilah kita tutup khutbah ini dengan memohon ampunan dan pertolongan kepada Allah. Semoga Allah meneguhkan hati kita untuk menjadi pribadi yang amanah, pemimpin yang adil, dan rakyat yang jujur. Semoga negeri ini selalu berada dalam lindungan dan keberkahan-Nya, dijauhkan dari fitnah, perpecahan, dan pemimpin yang zalim.

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ، وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، فَيَا قَاضِيَ الحَاجَاتِ، اللّهُمَّ اِنَّا نَسْأَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ، وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ، وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ، وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ، وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ، وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ، وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ، رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ، وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنَا، وَوَفِّقْهُمْ لِرِعَايَةِ الْأَمَانَةِ وَإِقَامَةِ الْعَدْلِ، وَاجْعَلْهُمْ مِفْتَاحًا لِلْخَيْرِ مِغْلَاقًا لِلشَّرِّ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِ الرَّعِيَّةِ وَالْقَادَةِ، وَازْرَعْ فِي قُلُوبِنَا حُبَّ الْأَمَانَةِ وَالْإِخْلَاصِ، وَابْعِدْ عَنَّا الْغِشَّ وَالْخِيَانَةَ وَالظُّلْمَ، اللَّهُمَّ بَارِكْ فِي بِلَادِنَا، وَأَنْزِلْ عَلَيْهَا سَكِينَتَكَ وَرَحْمَتَكَ، وَاجْعَلْهَا بِلَادًا آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً، يَسُودُهَا الْعَدْلُ وَتَعُمُّهَا الْبَرَكَةُ، وَاحْفَظْهَا مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يَؤَدُّونَ الْأَمَانَةَ وَيَحْكُمُونَ بِالْقِسْطِ، وَيَسْعَوْنَ لِإِعْمَارِ الْأَرْضِ بِالْحَقِّ وَالْهِدَايَةِ.

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسلِمِين، وَاجْمَعْ كَلِمَةَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى الْحَقِّ، يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، اللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسلِمِين وَالْمُجَاهِدِينَ فِي فِلِسْطِين، اللَّهُمَّ ثَبِّتْ إِيمَانَهُمْ، وَأَنْزِلِ السَّكِينَةَ عَلَى قُلُوبِهِمْ، وَوَحِّدْ صُفُوفَهُمْ، اللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالمُشْرِكِينَ، اللَّهُمَّ دَمِّرِ الْيَهُودَ، وَشَتِّتْ شَمْلَهُمْ، وَفَرِّقْ جَمْعَهُمْ، اللَّهُمَّ انْصُرْ المُجَاهِدِينَ عَلَى أَعْدَائِنَا أَعْدَاءَ الدِّينِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ، وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

 

Aris Rakhmadi, Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta sejak 2004, telah 21 tahun lebih aktif mengajar, aktif menulis di majalah Suara Muhammadiyah, Suara Aisyiyah, Tabligh, MedKom PWM Jateng


Bagikan Juga Ke

Ikuti kami

@pdmSukoharjo