SURAKARTA – Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) Wilayah Jawa Tengah bersama Pengurus Daerah Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Jawa Tengah menggelar Implementasi Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian TBC (P2TBC), di Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Semarang. Kegiatan ini menjadi langkah nyata dalam memperkuat upaya promotif dan preventif guna menekan angka kasus TBC secara kolaboratif.
Ketua IAKMI Jawa Tengah yang juga dosen Prodi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Noor Alis Setiyadi, S.KM., M.K.M., Ph.D., menyampaikan apresiasinya atas terlaksananya kegiatan bersama PPTI Wilayah Jateng. Ia menegaskan bahwa isu TBC masih menjadi persoalan serius kesehatan masyarakat sehingga perlu mendapatkan perhatian luas dari akademisi, praktisi, maupun pemangku kebijakan.
Noor Alis Setiyadi menjadi salah satu pembicara dalam kegiatan diskusi terkait Implementasi Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian TBC (P2TBC) yang diikuti oleh anggota Pekumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) Wilayah Jawa Tengah bersama Pengurus Daerah Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Jawa Tengah sebagai audiens.
“Pencegahan dan pengendalian TBC adalah agenda penting. Bahkan isu ini bisa kita angkat pada Forum Ilmiah Tahunan IAKMI November mendatang agar mendapatkan perhatian lebih luas,” ungkap Noor Alis Selasa, (9/9).
Senada dengan itu, Ketua PPTI Wilayah Jateng, dr. Hartanto, M.Med.Sc., menekankan bahwa P2TBC memerlukan perhatian serius serta kolaborasi lintas sektor yang berkesinambungan. PPTI bersama IAKMI berkomitmen memperkuat edukasi dan promosi kesehatan dengan fokus pada peningkatan knowledge, attitude, and practice (KAP) masyarakat. Ia juga mendorong penguatan riset TBC melalui keterlibatan akademisi sehingga dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan berbasis bukti.
Pemaparan dr. Kus Sularso, M.Kes., menegaskan bahwa kasus TBC masih tinggi di Indonesia, termasuk Jawa Tengah yang menghadapi persoalan serius pada TBC anak. Menurutnya, strategi penanggulangan TBC harus dijalankan secara komprehensif, mulai dari literasi masyarakat, kolaborasi lintas sektor, hingga memastikan dukungan SDM kesehatan masyarakat yang memadai.
Diskusi yang berlangsung juga menyoroti capaian positif dari case finding. Noor Alis yang juga sebagai ketua Pusat studi TB-HDCP menyebutkan bahwa temuan kasus justru menjadi indikator keberhasilan penemuan TBC meski masih ada potensi under-reporting. Sementara itu, Dr. Sofwan Indarjo, S.KM., M.Kes., menilai pendekatan pentahelix menjadi peluang strategis bagi PPTI dan IAKMI untuk mengangkat isu TBC pada forum ilmiah.
Menambahkan, dr. RR. Sri Ratna Rahayu, M.Kes., Ph.D., menegaskan bahwa perguruan tinggi sudah aktif melalui riset-riset TBC. Namun, ia menyoroti perlunya wadah yang memadai untuk mendiseminasikan serta mengaplikasikan hasil penelitian agar berdampak langsung bagi masyarakat.
Dari diskusi tersebut, PPTI Jateng menyatakan komitmennya untuk membuka peluang kolaborasi lebih luas. Upaya yang dilakukan pada Rabu (3/9) itu, diharapkan dapat menjembatani temuan akademisi sehingga terakomodasi dengan baik serta memberikan kontribusi signifikan dalam mendukung program P2TBC berkelanjutan di Jawa Tengah. (Fika/Humas)