Ketika Langit Bersuara: I‘jāz al-Qur’ān dan Fenomena Kosmik dalam Perspektif Modern

Bagikan Juga Ke

Suatu malam, ketika manusia menatap langit yang penuh bintang, mungkin ia hanya melihat keindahan. Tapi bagi sebagian orang yang beriman, setiap bintang adalah ayat tanda kebesaran Allah yang berbicara dalam bahasa semesta. Di setiap cahaya yang berkelip, ada kisah panjang tentang penciptaan, keteraturan, dan kehendak Tuhan yang tak terjangkau nalar.

Langit bukan sekadar ruang kosong yang dipenuhi benda-benda angkasa. Ia adalah kitab terbuka yang mengajarkan manusia tentang kebesaran dan kerendahan dirinya. Ketika para astronom modern mempelajari gelombang mikro kosmik  sisa dari ledakan besar yang menjadi awal mula alam semesta mereka seakan mendengar gema pertanyaan lama yang telah diwahyukan lebih dari empat belas abad lalu:

اَلَمْ تَرَوْا كَيْفَ خَلَقَ اللّٰهُ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًاۙ

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?” (Q.S. Nūh: 15)

Suara langit itu bukan sekadar bunyi. Ia adalah zikrullah dalam bentuk lain  tasbih semesta yang hanya bisa didengar oleh hati yang hidup. Maka ketika manusia menatap langit malam hari dan mendengar “suara” gelombang kosmik dari sisa ledakan purba, sejatinya ia sedang menyaksikan ayat-ayat Tuhan yang tidak tertulis di kertas, melainkan di langit dan bumi.
Langit yang bersuara itu bukanlah mitos, tapi realitas yang mengajarkan kita: setiap partikel, setiap galaksi, setiap denyut cahaya semuanya bertasbih menyebut nama-Nya.

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمٰوٰتُ السَّبْعُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِه وَلٰكِنْ لَّا تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْۗ اِنَّه كَانَ حَلِيْمًا غَفُوْرًا

“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka.” (Q.S. Al-Isrā’: 44)

Dalam kesunyian malam, bintang-bintang itu seolah berbicara kepada jiwa yang gelisah. Mereka mengingatkan bahwa manusia bukan pusat semesta, melainkan bagian kecil dari rencana besar Sang Pencipta. Dan barangkali, ketika hati manusia mulai kering oleh hiruk-pikuk dunia, langitlah yang akan kembali bersuara mengajaknya untuk menunduk, berpikir, dan beriman.

Mukjizat Kosmik dalam Al-Qur’an

Sejak lebih dari 14 abad yang lalu, Al-Qur’an sudah membisikkan rahasia besar tentang alam semesta. Dalam Q.S. Al-Anbiyā’ [21]:30, Allah berfirman bahwa :

اَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَاۗ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ اَفَلَا يُؤْمِنُوْنَ

“Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi, keduanya, dahulu menyatu, kemudian Kami memisahkan keduanya dan Kami menjadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air? Maka, tidakkah mereka beriman?” (Q.S. Al-Anbiyā:30)

Kalimat sederhana ini ternyata selaras dengan teori Big Bang yang baru dikenal manusia di abad ke-20  teori yang menjelaskan bahwa alam semesta bermula dari satu titik padat yang kemudian meledak dan terus berkembang. Sebagaimana dijelaskan oleh Ahmad Jamil dan Khoirun Nidhom (2024), ayat Al-Anbiyā’ 30 yang berbunyi “langit dan bumi dahulu merupakan satu kesatuan, lalu Kami pisahkan keduanya” memiliki makna ilmiah yang menakjubkan. Kata al-ratq (menyatu) dan al-fatq (terpisah) diartikan oleh para mufasir modern sebagai proses yang selaras dengan teori Big Bang suatu momen ketika seluruh materi alam semesta meledak dan berkembang menjadi galaksi, bintang, dan planet seperti yang kita lihat sekarang.

Ini menunjukkan bahwa wahyu bukan sekadar teks yang beku di masa lalu. Ia hidup, berdialog dengan ilmu pengetahuan, dan terus membimbing manusia yang mau berpikir.
Seperti diungkapkan Abd Rasyid dalam Jurnal Qazi (2025), memahami ayat-ayat kauniyyah ayat-ayat yang berbicara tentang alam memerlukan pendekatan yang tematik dan reflektif. Ketika sains meneliti hukum-hukum alam, Al-Qur’an justru mengarahkan kita untuk menemukan makna spiritual di balik hukum-hukum itu. Bukan hanya bagaimana alam bekerja, tetapi mengapa ia diciptakan.

Tidak berhenti di situ. Dalam Q.S. Adz-Dzāriyāt [51]:47, Allah menyatakan:

وَالسَّمَاۤءَ بَنَيْنٰهَا بِاَيْىدٍ وَّاِنَّا لَمُوْسِعُوْنَ

“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan, dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.”

Para ilmuwan modern baru menyadari bahwa alam semesta memang sedang mengembang sesuatu yang baru bisa dibuktikan lewat teleskop canggih dan teknologi luar angkasa.

Al-Qur’an memang bukan buku fisika atau astronomi, tapi setiap ayatnya mengundang manusia untuk berpikir. Ia berbicara dengan bahasa kebesaran, bukan rumus. Ketika sains menjelaskan “bagaimana,” Al-Qur’an menuntun kita untuk merenungi “mengapa.” Mukjizat kosmik ini menjadi pengingat bahwa pengetahuan manusia hanyalah setetes dari lautan ilmu Allah. Semakin dalam kita menyelami semesta, semakin besar pula rasa kagum kita pada Sang Pencipta. Sebagaimana menurut Azimi, Rahmani, dan Al-Khairabadi (2023) menegaskan bahwa konsep mukjizat ilmiah (i‘jāz ‘ilmi) menunjukkan adanya jembatan antara teks keagamaan dan penemuan ilmiah modern. Mereka berargumen bahwa al-Qur’an bukanlah buku sains, tetapi mengandung prinsip-prinsip kebenaran universal yang selaras dengan pengetahuan manusia yang terus berkembang. Dengan kata lain, al-Qur’an menuntun sains, bukan ditundukkan oleh sains.

Dalam konteks yang lebih luas, Prakoso (2020) menyebutkan bahwa kajian terhadap ayat-ayat kosmik membuka ruang dialog antara wahyu dan teori ilmiah tentang asal-usul serta nasib akhir alam semesta. Menurutnya, al-Qur’an mengajarkan bahwa segala sesuatu bermula dan berakhir dengan kehendak Allah konsep yang sejalan dengan prinsip entropi dan siklus kosmik dalam astrofisika modern.

Pesan Spiritualitas di Balik Fenomena Kosmik

Ketika manusia menemukan gelombang kosmik, mendengar gema dari awal penciptaan, atau memetakan miliaran galaksi di angkasa, mungkin sebenarnya bukan langit yang baru bersuara tapi hati manusia yang baru mau mendengarkan. Mukjizat Al-Qur’an bukan hanya pada kesesuaiannya dengan penemuan ilmiah, tetapi pada kemampuannya menggerakkan hati. Ia menuntun kita dari sekadar takjub pada langit menuju kagum pada Penciptanya.

Karena di balik setiap bintang yang berkilau, setiap galaksi yang berputar, ada pesan lembut dari Tuhan: bahwa alam semesta ini bukan kebetulan, melainkan tanda cinta-Nya agar manusia mau berpikir dan bersyukur.

Langit memang terus berbicara dengan cahaya bintang yang berkelip, dengan dentuman halus gelombang gravitasi, dan dengan ayat-ayat yang abadi dalam mushaf suci.
Setiap foton yang melesat dari galaksi jauh, setiap gerakan planet di orbitnya, seolah menjadi irama dari simfoni besar ciptaan.

Mungkin, tugas kita di zaman penuh kebisingan ini bukan lagi mencari bukti-bukti baru dari keajaiban wahyu, tapi menenangkan hati agar cukup peka mendengar “suara” Tuhan yang tersembunyi dalam keheningan semesta. Sebab mukjizat terbesar bukan hanya yang terlihat di langit, melainkan yang tumbuh di dalam diri ketika akal dan iman berpadu dalam rasa takjub kepada Sang Pencipta.

Referensi

Abd Rasyid. (2025). Tafsir Ayat-Ayat Kauniyah: Pendekatan Tematik dalam Bahasa Arab dan Relevansinya di Era Sains Modern. QAZI: Journal of Islamic Studies, 1(2), 134–141. https://ejournal.hsnpublisher.id/index.php/qazi/article/view/225

Ahmad Jamil, & Khoirun Nidhom. (2024). Relevansi Ayat-Ayat Kosmologi dalam Q.S. Al-Anbiyā’ 30 dan Q.S. Fussilat:11 dengan Teori Sains. At-Taisir: Journal of Indonesian Tafsir Studies, 5(02), 129–143. https://jurnal.idaqu.ac.id/index.php/at-taisir/article/view/388

Azimi, R., Rahmani, S., & Al-Khairabadi, M. (2023). Scientific Miracles in the Quran: Between Religious Texts and Modern Discoveries. AL-BURHĀN: Journal of Qurʾān and Sunnah Studies, 9(2). https://journals.iium.edu.my/al-burhan/index.php/al-burhan/article/view/370

Prakoso, T. J. (2020). Al-Qur’an dan Kosmologi: Kronologis Penciptaan dan Kepunahan Alam Kosmos. MAGHZA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 5(1). https://ejournal.uinsaizu.ac.id/index.php/maghza/article/view/3300

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Biodata Penulis

Nama Lengkap: Muhammad Fauzi

Institusi: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Pekerjaan/Jabatan: Mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, UIN Suska Riau

Minat Kajian: Kajian Al-Qur’an, tafsir, keislaman, sosial-keagamaan, dan pengembangan masyarakat.

Alamat Domisili: Teluk Lecah, Riau 28781

Nomor Telepon: 0852-1227-6784

Alamat Email: fauzyhyuga05@gmail.com

Akun Media Sosial: Instagram @m_fauzii06

Tentang saya:

Saya merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Suska Riau. Sebagai mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau di Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, saya memiliki keingintahuan dan minat yang mendalam dalam kajian keislaman, riset Qur’ani, serta pengembangan sosial kemasyarakatan. Dengan komitmen kuat, saya bertekad untuk memanfaatkan ilmu Al-Qur’an sebagai pijakan dalam menciptakan kesadaran kolektif, terutamanya di sektor pendidikan, gerakan sosial, dan pengembangan prestasi akademik. Saya aktif berpartisipasi dalam berbagai organisasi dan kegiatan di kampus, meyakini bahwa mahasiswa memiliki tanggung jawab sebagai agen perubahan yang positif bagi masyarakat.


Bagikan Juga Ke

Ikuti kami

@pdmSukoharjo