Melacak Jejak Muhammadiyah Di Kabupaten Sukoharjo

Bagikan Juga Ke

Hari ini, tepat 18 November 2025. Warga persyarikatan Muhammadiyah relatif banyak yang tahu. Muhammadiyah merayakan miladnya yang ke -113.

Muhammadiyah yang akronim dari Muhammad, merujuk pada Nabi Muhammad SAW dan Ya’ yang bermakna pengikut didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 18 November 1912. Di Kauman Yogyakarta

“Memahami Muhammadiyah tentu saja harus memahami suasana kebatinan dan pemikiran KH Ahmad Dahlan sebelum , saat dan sesudah mendirikan Muhammadiyah”

Begitu kata Mbah Mitro Kragilan , simbah buyut saya yang juga pengusaha Batik.

Beliau yang membawa Muhammadiyah ke Desa Kragilan Kecamatan Mojolaban.

Awalnya, kragilan menjadi ranting dari cabang blimbing ( Kecamatan Polokarto ) Perkembangan zaman, disesuaikan dengan administrasi wilayah. Kragilan, menjadi bagian dari cabang Bekonang ( Kecamatan Mojolaban ).

Mbah Mitro- lah yang mengatakan pertama kali kepada saya , penyebaran Muhammadiyah paling banyak melalui jalur pedagang batik serta punggawa Kraton.

Wilayah Bekonangan pun Blimbing dulunya melimpah pedagang batik. Saat ini pun. Kendati jumlahnya menurun drastis.

Keluarga saya sudah tak ada yang menjadi pedagang batik. Terakhir pakdhe Narto. Yang berkecimpung di Koperasi Sukawati. Koperasi Batik di wilayah Bekonang- an.

Mulanya saya anggap, wilayah Bekonang- an cum Blimbing yang menjadi perintis Muhammadiyah di Kabupaten Sukoharjo. Ternyata salah.

Hingga saya menemukan sebuah dokumen dari Hoofdbestuur ( Pengurus Pusat ) Muhammadiyah yang berjudul ( saya alihkan sesuai EYD ) ” Adanya cabang – cabang Muhammadiyah dengan gerombolan – gerombolannya sampai pada akhir 1927 sebagai berikut “.

Tertulis gerombolan di cabang Surakarta ( maksudnya gerombolan atau ranting Muhammadiyah yang baru dibuka ) adalah Kartasura, Kedunggudel, Sukoharjo, dan Pojok.

Bagaimanakah awal mula perkembangan Muhammadiyah di wilayah tersebut, serta siapa yang membawanya?

Seperti diketahui, Muhammadiyah baru dizinkan kolonial Belanda menyebar keluar Kota Yogyakarta pada tahun 1922. Sepuluh tahun setelah Muhammadiyah berdiri.

Meski sebenarnya, Kyai Dahlan sudah menyebarkan paham Muhammadiyah keluar Yogyakarta, begitu Muhammadiyah berdiri.

Dengan strategi tidak memakai nama Muhammadiyah, dengan nama lain. Semisal Forum Pengajian SATV di Kota Solo. SATV kepanjangan Shidiq, Amanah, Tabligh dan Vathonah.

Empat gerombolan Muhammadiyah yang menjadi ” awalun” di Kabupaten Sukoharjo tersebut bukanlah daerah yang ” kaleng- kaleng”

Lekat dengan peradaban jawa bahkan menjadi bagian dari punjernya.

Saya telisik satu persatu.

Siapa tak mengenal Kartasura. Pernah menjadi pusat peradaban jawa sewaktu Kerajaan Mataram Islam beribukota di Kartasura.

Di komplek bekas Kraton Kartasura, berdiri kokoh masjid Hastana Kraton Kartasura. Ada MADIM ( Madrasah Diniyah Muhammadiyah ) di masjid ini.
Sebuah sekolah sore yang mengajarkan agama Islam kepada anak- anak.

Saya dulunya juga pernah belajar di MADIM blimbing kemudian Bekonang Meski kemudian keluar, karena ” ndugalnya” saya.

MADIM ini menjadi trademark Muhammadiyah. Daerah yang ada MADIM- nya dianggap generasi awal persyarikatan Muhammadiyah di wilayah tersebut.

Adanya MADIM di Masjid Hastana Kraton Kartasura,menjadi satu bukti Gerombolan Muhammadiyah yang berdiri di periode awal setelah Muhammadiyah dizinkan ” keluar ” dari Kota Yogyakarta.

Saya menengarai jalur punggawa kraton ( Kasunanan) lah yang menjadi tulang punggung berdirinya Gerombolan Kartasura.

Tahun 1927. Kasunanan Surakarta dipimpin oleh Pakubuwono X. Raja terbesar Kasunanan. Beliau memang dikenal menyokong kuat pergerakan Muhammadiyah di Solo.

Banyak pengurus SATV hingga berganti menjadi Muhammadiyah Solo yang ” abdi dalem Kasunanan” yang bertinggal di Kampung Kauman Solo.

Nama ketua pertama Muhammadiyah Solo, menjadi premis tersendiri. Beliau adalah Ng ( Ngabehi ) Sastrosoegondo. Pun adanya Balai Muhammadiyah Solo di Keprabon yang pemberian Kasunanan Surakarta.

Bekas Kraton Kartasura saat itu dikelola oleh Kasunanan Surakarta. Demikian pula masjidnya. Tanpa restu dan fasilitas dari Kasunanan Surakarta, berat rasanya gerombolan Muhammadiyah Kartasura berdiri pada periode awal.

Gerombolan kedua adalah Kedunggudel.

Daerah yang sudah ada sejak periode Kasultanan Demak. Menjadi transit pendakwah islam saat itu.

Masjid Kedunggudel, termaktub di buku – buku sejarah menjadi basis perjuangan laskar Diponegoro saat perang jawa bergejolak.

Pernah pula diserang oleh Kolonial Belanda.

Masjid yang saat ini bernama Darusalam.

Masjid Kedunggudel bagian dari masjid Kraton Kasunanan Surakarta.

Dalam sebuah literatur, KH Asnawi , mubaligh Muhammadiyah Solo pernah mengadakan pertemuan Muhammadiyah Se Solo Raya pada masjid Kedunggudel Di tahun 1927.

Adalah Mbah Iman Asyari, tokoh Kedunggudel yang juga pengusaha Batik menjadi peserta pengajian SATV di Kota Solo.

Ketika Muhammadiyah berdiri dan diperbolehkan membuka cabang di luar Kota Yogyakarta. Mbah Iman Asyari didukung beberapa tokoh Kedunggudel ternasuk Mbah Demang Kedunggudel juga mendirikan gerombolan Muhammadiyah Kedunggudel.

Tak hanya itu. Juga mendirikan Sekolah Muhammadiyah. Ada bukti rapot dari Sekolah tersebut yang diterbitkan kisaran tahun 1930- an. Saat ini disimpan salah satu warga Kedunggudel.

Sekolah Muhammadiyah tersebut lantas menjadi SD Kenep 1 dan 2. Satu bukti Muhammadiyah senantiasa sejalan dengan kebijakan Pemerintah Indonesia yang pro rakyat.

Saya pernah “diceritani” oleh Mbak Amalia bin Mbah Abu. Cucu dan putra Mbah Iman Asyari dulunya Mbah Iman Asyari kerap ke Jogja untuk berdagang batik dan tak lupa sowan Kyai Ahmad Dahlan.

Selanjutnya adalah Gerombolan Sukoharjo.

Nama Sukoharjo, sebenarnya sudah ternaktub di Staatsblad nomor 30 tahun 1847. Saat itu menjadi pradata ( wilayah di bawah Kasunanan Surakarta yang berhak mengurus hukum ).

Sukoharjo tak menjadi nama kawedanan pun Kabupaten era kerajaan Kasunanan berkuasa. Kawedanannya bernama Larangan. Karena adanya gudang mesiu.

Larangan saat ini menjadi kampung . Bagian Kelurahan Gayam.
Sukoharjo dipakai nama desa ( saat ini Kelurahan ).

Saya agak kesulitan menelisik sejarah gerombolan Muhammadiyah Sukoharjo ini.

Hanya saja, dari fakta nama daerah di Kelurahan Sukoharjo dan Ketua pertama Muhammadiyah Kabupaten Sukoharjo, saya bisa merangkai puzzle.

Di Kelurahan Sukoharjo, terdapat Kampung Carikan. Tempatnya carik yang bertugas sebagai administrator desa. Pun adanya Kampung Wotgaleh.

Wotgaleh, bermakna wot ( jembatan ) dan galih yang berarti hati. Jembatan hati. Sebuah simbol untuk menjaga dan mensucikan hati.

Pastilah ada ulama juga punggawa Kraton di wilayah Kelurahan Sukoharjo yang menjadi tulang punggung berdirinya Gerombolan Muhammadiyah Sukoharjo.

Bila ditautkan dengan Mbah Yadi, Ketua pertama kali Muhammadiyah Kabupaten Sukoharjo yang asli kelurahan Sukoharjo. Ada benang merah yang mencolok.

Mbah Yadi ini dulunya seorang tokoh militer kemudian menjadi sekda Kabupaten Sukoharjo. Banyak keturunannya menjadi tokoh Muhammadiyah Sukoharjo saat ini.

Terakhir adalah Gerombolan Pojok. Merujuk pada sebuah kampung di Desa Mulur.

Desa yang intim dengan perjuangan laskar Diponegoro. Tokoh sentralnya Kyai Sayidiman. Makamnya ada di komplek waduk mulur.

Mulur menjadi daerah yang cukup.erat dengan Kasunanan Surakarta terutama di era Pakubuwono X.

Menjadi satu- satunya wilayah Di Kabupaten Sukoharjo yang dibangunkan waduk oleh Pakubuwono X.

Wilayah ini juga menjadi perhatian Kasunanan Surakarta soal agama Islam. Dikirimlah ulama dari kraton.

Satu ulama yang dikirim dari kraton yang menjadi naib mulur adalah Mbah Saleh. Kakek Pak Wiwaha Aji Santosa. Ketua PDM Sukoharjo periode muktamar 47.

Beliau bersama demang mulur dan tokoh lainnya mendirikan masjid Mutaqin Mulur. Masjid tua di timur pasar mulur. Sayang , bangunannya sudah berubah.

Di Kampung Pojok. Terdapat pula Kyai Abdullah. Makamnya ada di selatan Masjid Pojok.

Saya menduga kuat beliaulah yang menjadi penyangga berdirinya Muhammadiyah Pojok.

Tak jauh dari Pojok. Terdapat Kampung Kramat. Relokasi perkampungan di waduk mulur yang harus bergeser untuk perluasan waduk mulur.

Di Kampung Kramat ini berdiri MIM Kramat yang berusia cukup tua. Menjadi satu bukti eksisnya Gerombolan Muhammadiyah Pojok.

Dari data diatas, saya menyarikan perkembangan Muhammadiyah di Kabupaten Sukoharjo ditopang 3 unsur. Ulama. Pengusaha dan Penguasa ( punggawa kraton ).

3 unsur tersebut bersama Budaya memang menjadi 4 penumpang dakwah Muhammadiyah , dalam bahasa kekinian menjadi SDM, Ekonomi, Politik dan Budaya.

Waba’ du. Selamat Milad Muhammadiyah Ke – 113. Bismillah. Senantiasa “Memajukan Kesejahteraan Bangsa”.

Tabik
Yudi Janaka


Bagikan Juga Ke

Ikuti kami

@pdmSukoharjo