MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA– Setelah kurang lebih 500 hari vacuum, sepakbola Indonesia kembali bergeliat melalui digulirkannya kembali Liga 1 Indonesia 2021-2022. Meski belum memiliki tim yang bermain di kasta teratas sepakbola Indonesia tersebut, Muhammadiyah memiliki HWFC di Liga 2 dan sejarah sepakbola Indonesia adalah sejarah Muhammadiyah.
Sebagaimana disampaikan oleh penulis buku “Merayakan Sepakbola: Fans, Identitas, dan Media”, Fajar Junaedi saat diwawancara reporter muhammadiyah.or.id pada (13/9).
Pria yang akrab disapa Fajun ini menegaskan bahwa, sejarah sepakbola Indonesia adalah sejarah Muhammadiyah, karena sejak mula sepakbola berkembang di kalangan pribumi di masa kolonial, Muhammadiyah telah secara aktif mengelola sepakbola melalui Persatuan Sepakbola Hizbul Wathan (PSHW).
Fajun menceritakan, titik awal lahirnya PSHW adalah di Yogyakarta yang kemudian berkembang ke berbagai kota. PSHW Yogyakarta menjadi klub internal di PSIM, demikian juga di kota-kota lain.
“Di Solo, PSHW menjadi anggota Persis Solo (dulu namanya VVB). Ada sebuah berita menunjukan bahwa PSHW di Solo menggelar pertandingan persahabatan untuk menggalang dana pendirian PKU Solo,” tuturnya.
Pengamat kultur sepakbola lokal sekaligus dosen Ilmu Komunikasi UMY ini melanjutkan, bahwa bangsa Indonesia terlebih warga persyarikatan harus ingat juga PSSI berdiri dari tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti Abdul Hamid, menjadi bagian penting dari pendirian PSSI. Bahkan menjadi bendahara pertama PSSI.
Keterlibatan Muhammadiyah dalam sepakbola menunjukan bahwa Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang berkemajuan dan adaptif dengan perkembangan zaman. Selain itu, alasan Muhammadiyah mendirikan klub sepakbola, karena di masa kolonial sepakbola adalah alat untuk membangkitkan persatuan. Di sinilah Muhammadiyah mengambil peran penting.
Sementara itu, terkait dengan eksistensi tim sepakbola Muhammadiyah setelah lama berada di divisi amatir, dengan menjadi klub anggota di Askot/ Askab PSSI dan bermain di Liga 3, ada langkah luar biasa dari PWM Jawa Timur dengan terjun di Liga 2.
“Ini membuka jalan agar sepakbola Muhammadiyah semakin dikelola dengan profesional. Saat ini setidaknya ada 4 klub Muhammadiyah, pertama PSHW UMY, UAD FC, dan Swis PSHW Ponorogo yang berlaga di Liga 3 regional Yogyakarta dan Jawa Timur. Lalu HWFC di Liga 2,” sambungnya.
Sepakbola dan Semangat Filantropi di Muhammadiyah
Setelah tercatat pernah melakukan laga amal untuk penggalan bagi RS PKU Solo, jejak semangat filantropi klub sepakbola Muhammadiyah masih terlihat jelas sampai sekarang. Hal itu ditunjukkan melalui kolaborasi donasi melalui pembelian jersey HWFC di LazisMu. Menurut Fajun, ini adalah langkah brilian.
“Di luar negeri yang sepakbolanya yang telah profesional, sepakbola banyak digunakan untuk amal dan filantropi. Muhammadiyah juga punya sejarah dengan hal ini, seperti ketika ada pertandingan persahabatan PSHW dan Persis Solo untuk pengumpulan dana bagi pendirian PKU,” ungkapnya.
Menurutnya, Muhammadiyah dengan terjun ke sepakbola telah memberi warna sepakbola yang bermartabat. Melalui kadernya, Muhammadiyah ikut terlibat aktif dalam memartabatkan dan membangun karakter baik di persepakbolaan Indonesia. Seperti yang dilakukan oleh Jamiat Dalhar, Pemain Timnas yang berasal dari Muhammadiyah, yang namanya kini diabadikan sebagai nama jalan di sisi barat Stadion Mandala Krida Yogyakarta.
“Muhammadiyah melalui berbagai SSB HW telah mendidikan karakter yang akhlakul karimah dalam sepakbola,” imbuhnya.
Ke depan Fajun berharap Muhammadiyah memiliki asosiasi atau semacam perkumpulan antar pengelola PSHW se-Indonesia agar gerakan Muhammadiyah di sepakbola semakin kuat, atau membuat kurikulum sepakbola HW untuk menunjang pembinaan, serta mendorong PSHW di berbagai kota didorong ikut Liga 3 di masing-masing regional.
Naskah: Aan